Karakteristik rasa pada biji kopi begitu beragam. Perbedaan rasa yang tercipta disebabkan beberapa faktor tertentu. Bicara soal rasa, proses pascapanen juga menjadi salah satu hal yang memiliki pengaruh terhadap rasa biji kopi. Ada beberapa proses yang biasa dilakukan oleh para petani kopi. Sebelumnya, kami pernah membahas terkait dengan proses pascapanen.
Beberapa petani kopi kerap melakukan inovasi dalam beberapa eksperimen proses pascapanen, bahkan digunakan di beberapa washing station dan menjadi karakteristik baru pada kopi, seperti halnya Carbonic Maceration. Proses pascapanen tersebut dipopulerkan oleh Sasa Sestic, sang juara dalam ajang World Barista Championship 2015. Ia memenangkan kejuaraan tersebut dengan menggunakan biji kopi yang diolah melalui proses Carbonic Maceration. Sejak saat itu, metode pengolahan biji kopi tersebut menjadi sebuah perbincangan di dunia kopi.
Apa itu Carbonic Maceration?
Carbonic Maceration dikenal sebagai proses pascapanen yang biasa digunakan dalam pembuatan wine, seperti di Beaujolais, Perancis. Metode tersebut dilakukan dengan menggunakan anggur yang difermentasi, sehingga memiliki zat karbondioksida sebelum dijadikan dalam bentuk minuman.
Rupanya, metode ini juga diterapkan dalam pengolahan biji kopi yang juga memanfaatkan karbondioksida dalam fermentasi biji kopi. Awalnya, cara ini sudah diterapkan lebih dari 15 tahun lalu, tepatnya di Costa Rica.
Maxwell Colonna-Dashwood dalam bukunya yang berjudul The Coffee Dictionary mengatakan bahwa Sestic berkolaborasi dengan petani Kolombia, Camilo Merizalde telah bereksperimen untuk memproduksi kopi dengan aroma yang lebih kaya, namun dengan rasa asam yang tidak begitu tajam.
Apa yang membedakan proses Carbonic Maceration dengan proses pascapanen lainnya?
Proses pascapanen seperti ini merupakan sebuah inovasi dan menjadi sebuah eksperimen untuk menghasilkan rasa kopi yang berbeda. Pada proses ini, ceri kopi dipetik dengan sempurna, Lalu, disortir secara manual dan dituangkan ke dalam wadah atau tangki yang berbahan stainless steel untuk memisahkan antara ceri kopi yang sudah matang dan yang belum matang.
Ceri kopi yang sudah diseleksi, kemudian dikupas sebelum dimasukkan ke dalam wadah yang sudah dikontrol dengan suhu dan kelembabannya sekitar 24˚C dengan karbondioksida. Untuk menghilangkan kadar oksigen dari wadah. Setelah itu, biji kopi yang sudah dipindahkan ke dalam wadah dan difermentasikan, kemudian dikeringkan di ‘African Beds Coffee’ selama 12 hingga 18 hari sebelum penggilingan kering.
Apa yang terjadi pada proses Carbonic Maceration terhadap kopi?
Hasil yang didapati dari proses Carbonic Maceration terletak pada pengembangan profil rasa. Dengan memanfaatkan lingkungan yang terkendali, kaya akan karbondioksida yang diperlukan untuk fermentasi kopi, petani dapat mengontrol ragi dan bakteri yang aktif selama fermentasi berlangsung dan seberapa lama. Hal ini mampu mengembangkan cita rasa kopi tanpa memberikan risiko oksidasi berlebih atau fermentasi alkohol yang dapat merusak profil kopi.
Apakah kopi yang diproses Carbonic Maceration lebih enak?
Kata ‘enak’ memang terdengar relatif dan terlalu general. Hal ini merupakan sebuah impresi yang subyektif. Bisa jadi kata ‘enak’ menurut petani, namun dirasa ‘tidak enak’ bagi penikmat kopi lainnya. Dengan adanya biji kopi yang diproses dengan metode Carbonic Maceration ini dapat memberikan pengalaman baru yang tidak biasa ditemukan pada rasa dan aroma kopi biasanya.
Di ranah perkopian, setiap biji kopi memiliki tahap penilaian. Biji kopi yang diolah dengan proses ini pun menggunakan teknik dan sistem penilaian untuk mengelompokkan kopi. Mulai dari cupping, penyortiran, pembelian, serta kompetisi global. Semua dilakukan sesuai dengan Specialty Coffee Assosiation of America (SCAA). Pada penilaian tersebut dibagi menjadi 3 kategori, yaitu ; Label Hitam (83-85), Label Hijau (86-89), serta Label Emas (90+).
Ketika kopi yang diolah dengan metode Carbonic Maceration, kenikmatan yang diperoleh terlihat pada ekspresi rasa, intensitas aroma, serta kualitas keasamannya. Namun, berdasarkan informasi yang didapatkan dalam laman projectorigin.com, mereka merasa sulit untuk menilai kopi tersebut menggunakan standar penilaian normal. Lalu, mereka mengelompokkan kopi menurut profil rasa dan alhasil memiliki 4 nama yang berbeda untuk mengidentifikasi profil kopi ;
- Indigo
Memiliki profil rasa yang kuat, kualitas buah yang kuat, serta elemen yang unik. Ini merupakan kopi yang telah mengalami fermentasi yang luas dan eksperimental, membuat profil rasa yang kuat dan berani.
- Jasper
Untuk kategori Jasper ini memiliki profil rasa yang mengingatkan pada sebuah merah, oranye dan kuning. Memberikan cita rasa dan kejernihan yang maksimum dengan tingkat intensitas menengah.
- Amber
Pada kategori kopi Amber ini termasuk kopi yang memiliki karakter yang lembut dan manis. Kopi ini memiliki profil rasa buah jeruk dan kuning. Metode Carbonic Maceration yang digunakan untuk memproses kopi ini mampu memaksimalkan kelezatan dan transparansi rasa, bukan intensitasnya.
- Diamond
Kategori ini adalah yang paling elegan dan lembut dari ketiga kategori sebelumnya. Kopinya lebih menimbulkan rasa floral dan lebih clean dengan profil rasa yang lembut.
Beberapa waktu lalu, Gordi pernah menghadirkan beberapa kopi yang diproses dengan metode Carbonic Maceration, seperti Tanah Gayo (Say Something) dan Ethiopia Indigo CM Selection (Common Ground). Nah, untuk Gordian yang sempat kebagian kopi tersebut, kesan apa yang dirasakan dalam tiap seruputannya?